Kemarahanku kepada Ibu Sekejap sirna oleh Kehangatan Sentuhannya

    714
    0

    Rinai hujan selalu membuat saya terharu. Rintiknya, mengingatkan masa-masa yang lalu. Begitu pula hari ini sewaktu kecil, saya ingin sekali mempunyai mantel hujan. Kuning, itu warna yang saya inginkan. Teman-teman saya yang lain telah memilikinya, dan mereka tampak gagah dengan mantel itu. Untuk anak kelas 2SD, semua yang berwarna cerah akan selalu tampak indah. Namun sayang, ibu tidak punya cukup uang untuk membelinya. Walau sempat kecewa, saya harus menurut, dan menahan keinginan untuk mempunyai mantel kuning itu.
    Walau begini, saya tetap kesal dan perasaan itu memuncak, ketika saya harus pulang dari sekolah. Hari itu hujan begitu deras. Saya semakin kecewa dengan ibu. Sebab, jika ada mantel, tentu saya tidak perlu kehujanan dan bisa bergabung bersama teman-teman yang lain. Kesal dan marah begitulah yang saya rasakan saat itu. Sementara yang lain tertawa dan menikmati hujan, saya harus berjalan pulang dengan tubuh yang basah kuyup.
    Ah… di tengah perjalanan, saya bertemu dengan ibu. Dia tampak membawakan payung untukku. Karena terlanjur marah, saya tidak mau menerima payung itu dan mengambek, serta tetap pulang tanpa payung. Walau begitu, ia tampak ingin melindungi saya dengan payungnya. Mendekap agar saya tidak terlalu basah kuyup terkena hujan. Hujan makin keras dan kamipun berjalan pulang, walau saya tetap ngambek dan menolak untuk dipayungi.
    Sesampainya di rumah, tingkah itu terus saya perbuat. Saya tetap menolak untuk berganti pakaian. Akhirnya dengan sedikit terpaksa, hal itu saya akhiri. Ibu, kemudian datang dengan handuk dan langsung menyelimuti saya. Ada kehangatan yang segera menyergap. Saya menjadi lebih tenang. Namun tetap, tak ada kata-kata yang keluar dari ibu, selain terus menghangatkan saya dengan handuk itu. Tangannya terus membersihkan setiap tetes air hujan yang ada di badan. Disekanya kepala saya, agar nanti tidak sakit.
    Masih dalam diam, ibu kemudian memberikan pakaian ganti. Setelah itu, dia masih menyodorkan teh manis hangat buat saya. Ya, segelas teh manis. Kehangatan kembali hadir dalam tubuh. Walau saya mungkin tak mengerti apa pun, saya yakin ada kehangatan lain yang diberikan ibu saat itu.
    Begitulah, ibu mungkin tidak mampu membelikan mantel kuning seperti yang saya inginkan. Namun payungnya membuat saya merasa aman. Ibu mungkin tak mampu membelikan mantel kuning untuk menghindari hujan, namun dekapannya membuat saya terhindar dari apapun. Ibu mungkin tidak mampu membelikan saya mantel kuning itu, namun handuk hangatnya melebihi setiap kehangatan yang mampu diberikan setiap mantel. Ibu mungkin tidak mampu membelikan mantel kuning, namun usapan lembutnya adalah segalanya buat saya.
    Ibu mungkin tidak mampu menjemput saya dengan mobil atau kendaraan lain, namun lingkaran tangannya di tubuh saya adalah dekapan paling indah. Ibu mungkin tidak bisa memberikan susu coklat, namun teh manisnya lebih berharga dari apapun. Ibu mungkin tidak bisa memberikan saya banyak hal ian, namun dekapan, usapan, uluran tangan, perhatian, kasih sayangnya sudah cukup sebagai penggantinya.

    Ya, rintik hujan selalu membuat saya terharu. Terima kasih buat ibu yang tidak membelikan saya mantel kuning. Karena apa yang telah diberikannya selama ini jauh melebihi semuanya.

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.